05 November 2008

Kontraktor Cuma Bisa Prihatin

PUTUSAN bebas yang diterima Deni Achsar, Direktur PT Monteleo Perkasa, kontraktor pengerjaan Proyek Penataan Lingkungan dan Pembuatan Taman Kantor Pemkab Tulang Bawang, yang menelan dana APBD 2006 Rp 2.843.825.000, ternyata tidak membuat yang bersangkutan merasa lega. Lho kenapa? Deni mengaku kecewa dan sangat prihatin atas putusan vonis satu tahun penjara yang dikenakan terhadap Ir Suratno, mantan Kadis PU Cipta Karya Tuba, oleh majelis hakim PN Menggala pimpinan Retno, 14 Oktober lalu. Apa saja kata Deni Achsar terkait skandal tindak pidana korupsi ini? Berikut penyataan Direktur PT Monteleo Perkasa itu dalam wawancara dengan Farid Jayataruna dari Fokus via telepon seluler, akhir pekan kemarin: Bagaimana tanggapan Anda atas kekecewaan Ir Suratno terhadap vonis yang ia terima yang dinilainya tidak memenuhi rasa keadilan, padahal Anda selaku kontraktor bebas dari segala tuntutan? Saya benar-benar prihatin. Saya turut kecewa atas putusan yang dikenakan kepada Pak Suratno. Padahal permasalahan saya dan beliau adalah satu perkara. Namun saya juga heran, mengapa putusannya menjadi berbeda. Lantas, menurut Anda, kenapa bisa begitu? Ini yang saya juga bingung. Padahal sudah jelas dikatakan oleh BPKP tidak ada kerugian negara dalam permasalahan itu. Juga dalam pasal kontrak sudah jelas, bahwa jika ada kelebihan pembayaran, kontraktor harus memulangkan sisa dananya. Dan itu sudah kami lakukan. Herannya lagi, majelis hakim yang menangani perkara kami ini ada dua. Pak Suratno ditangani oleh Ibu Retno sebagai ketua majelis hakimnya yang juga ketua PN Menggala, sedangkan saya majelis hakimnya Bapak Heneng Pujadi, SH. Kok bisa begitu? Itulah yang saya juga nggak ngerti. Bahkan, hal itu sempat menjadi perbincangan serius diantara majelis hakim itu sendiri mengenai putusan dan dua hakim yang menangani satu perkara yang sama. Tapi kan Anda bebas dan tidak merasa teraniaya serta diperlakukan sewenang-wenang, tidak seperti yang dirasakan oleh Ir Suratno? Ya tidak begitu. Justru saya menganggap kami berdua ini mendapatkan perlakuan semena-mena. Saya dan Pak Suratno adalah korban. Darah beliau, ya, darah saya juga. Semestinya kami berdua sama-sama bebas dari segala tuntutan. Saya rasa orang awam yang nggak ngerti hukum kalau mengerti jalan cerita masalah kami ini, pasti merasa ganjil dan aneh sekali. Apakah Anda merasa ada yang aneh dengan permasalahan ini? Jelas. Kami merasa seperti dijadikan target. Tapi nggak jelas salah kami ini apa dan dimana? Anehnya lagi, Pak Suratno itu kan divonis satu tahun penjara tapi tidak dikenakan kurungan. Serta denda Rp 50 juta ditiadakan. Jadi saya berkesimpulan, seolah kami ini hanya dijadikan target penuntasan tindak pidana korupsi belaka. Padahal yang namanya tipikor itu kan ada unsur kerugian negara-nya. Ini kan sudah jelas, kami tidak merugikan negara. Oh ya, apakah benar rumor diluaran bahwa Anda kerabat orang kuat di Tuba? Jangan kaitkan itu dengan permasalahan ini. Tapi benar begitu? Anda percaya rumor? Oke, dengan adanya ketidakpuasan Pak Suratno, apakah Anda hanya turut prihatin saja melihat kondisi tersebut? Oh tidak, saya akan membantu dan memperjuangkan beliau yang kini sedang melakukan upaya banding. Banyak kalangan menilai, semestinya Anda yang divonis satu tahun, karena Anda kontraktor dalam pengerjaan proyek tersebut, bagaimana menurut Anda? Ya nggak, dong! Dalam hal ini saya tidak merugikan negara dan dari hasil temuan serta laporan BPKP juga tidak ada unsur merugikan negara. Sisa kelebihan pembayaran, sesuai dengan surat perjanjian kontrak kerja, dana kelebihan yang sebesar Rp 271 juta sudah kami kembalikan. Lantas mau apalagi? Semestinya permasalahan ini tidak layak diajukan ke persidangan kalau mau jujur. Tapi entah mengapa, masalah ini kok sampai ke meja hijau. ***

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda