15 September 2008

HOT NEWS

Aktor Boleh Saja Sama PREDIKSI beberapa paranormal yang dimuat Fokus beberapa waktu sebelum pelaksanaan pilgub 3 September lalu jika pasca pesta demokrasi rakyat itu akan muncul riak-riak mengarah ke kerusuhan, tampaknya mulai terbaui. Gerakan enam pasang cagub-cawagub yang pekan lalu road show ke beberapa pihak ditengarai sebagai salah satu indikasi ke arah sana. Beberapa tokoh yang ditemui Fokus, tak menampik kemungkinan meletupnya perseteruan antara pimpinan eksekutif dan legislatif pasca pilgub 2008. Bahkan, besar kemungkinan konflik berkepanjangan akan berulang. Sebagaimana diketahui, pemerintahan di Lampung era Sjachroedin ZP-Syamsurya Ryacudu pernah diwarnai oleh konflik politik yang melelahkan, seiring keluarnya SK Nomor 15/2005 dari DPRD yang intinya tidak mengakui kepemimpinan duet tersebut. Konflik ini layak disebut sebagai konflik jilid I. Nah, menyusul pelaksanaan pilgub, nuansa bakal munculnya konflik jilid II sulit ditutupi. Enam pasang cagub-cawagub yang menunjukkan ketidakpuasannya atas berbagai hal selama pelaksanaan pencoblosan tampaknya akan terus berjuang, pun partai-partai yang mengusung mereka, yang rata-rata memiliki wakil di legislatif. Besar kemungkinan, usulan calon terpilih yang mesti disahkan Dewan akan berlarut-larut. Apalagi nuansa pelantikan gubernur-wagub terpilih baru 2009 kian menguat, sementara Fraksi PDIP DPRD Lampung telah bersikeras pelantikan dilakukan secepatnya, setelah pengesahan gubernur-wagub terpilih keluar Keppresnya. Bakalkah konflik jilid II mengancam Lampung sebagai buntut pilgub 3 September silam? Berikut petikan wawancara Fajrun Najah Ahmad dari Fokus dengan Ir Hi Ahmad Junaidi Auly, MM, tokoh PKS Lampung, akhir pekan kemarin melalui telepon seluler: Banyak kalangan menilai, melihat perkembangan pasca pencoblosan, tampaknya bakal meletup konflik jilid II di Lampung, menurut Anda? Saya kira terlalu dini kalau berpikir sampai sejauh itu. Adanya gerakan enam pasang peserta pilgub itu salah satu indikasinya? Nah, ini yang salah. Keenam pasang cagub-cawagub mendatangi DPRD, Gubernur Syamsurya Ryacudu, dan KPU minggu lalu itu untuk menyampaikan tengara adanya beberapa bentuk kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan pilgub 3 September lalu. Tapikan aktornya sama saja? Ya, bisa saja aktornya sama, tapi substansinya kan berbeda. Kalau dulu kan menindaklanjuti SK DPRD Nomor 15 itu, sebagai apresiasi atas kemenangan gugatan pasangan Alzier Thabranie-Ansyori Yunus. Kali ini beda. Bahwa ada Alzier didalam enam pasang cagub yang kemarin road show, itu tak berarti persoalannya sama. Kebetulan saja aktornya sama, ada Alzier dan Sjachroedin. Substansi yang sekarang ini apa, karena kesannya asal jangan Oedin yang menang? O, kita nggak bicara soal siapa yang menang. Itu masalah lain. Kami ini, saya mewakili enam pasang cagub-cawagub, merasa ada kecurangan-kecurangan yang terjadi selama masa pencoblosan. Itu sebabnya, kami menyampaikan ke Dewan, gubernur, dan KPU. Kepada KPU juga kami sampaikan adanya indikasi penghitungan suara sebelum pukul 13.00 WIB sebagaimana ketentuannya. Jadi yang kami sampaikan adalah tengara kecurangan selama pilgub, bukan soal siapa yang menang.
Apakah hasil quick count yang ditayangkan sejak sebelum pukul 13.00 WIB juga merupakan persoalan yang dianggap sebagai pelanggaran? Itu hanya salah satu indikasi saja. Tapi kalau kita tarik ke kondisi di lapangan, ditayangkannya quick count sebelum waktu penghitungan suara memang bisa menjadi salah satu sebab banyaknya warga yang tidak jadi mencoblos karena hasilnya sudah disampaikan secara luas. Disadari atau tidak, ada opini di masyarakat bahwa pemenang pilgub sudah diketahui, jadi buat apalagi mencoblos. Padahal, waktu itu belum saatnya penghitungan suara di TPS-TPS. Ada yang menilai, quick count itu bernuansa keberpihakan, menurut Anda? Saya kira terlalu buru-buru kalau menilainya demikian. Kalau ada bukti, baru kita bisa ngomong. Saya tidak mau menuduh tanpa bukti. Kasih saya bukti, nanti baru kita telusuri kebenarannya. Pernyataan Saiful Mujani di sebuah media harian bahwa untuk menghitung semacam itu sambil tiduran juga bisa, kan mengindikasikan adanya “sesuatu”? Menurut saya, kalau beliau bicara dalam konteks membuat atau menghitung data yang masuk sambil tiduran, ya memang bisa. Tapi kalau pernyataan itu diarahkan sebagai bentuk dari melecehkan suara rakyat, saya kira terlalu naïf. Tidak mungkinlah orang sekelas Saiful Mujani akan bermain-main semacam itu. Sampai saat ini sejauhmana temuan data-data pelanggaran? Kita masih terus melengkapi, yang sudah ada dan telah kami serahkan tinggal menunggu kejelasan dari pihak berwenang. Tapikan waktu penentuan pemenang tinggal sampai Selasa (16/9), menurut Anda? Ya biar saja. Mengumpulkan data kan tidak mudah. Apalagi kalau itu menyangkut lingkaran birokrasi. Misalnya data apa yang kini sedang ditelusuri? Banyak. Tapi memang saat ini kita tengah telusuri adanya informasi bahwa ada dana bantuan sosial Rp 50 miliar yang baru dicairkan. Informasi itu kan perlu dicek kebenarannya. Kalau itu benar? Bisa masuk sebagai salah satu pelanggaran dalam pilgub. Karena ada ketentuan, pasangan calon tidak diperbolehkan menggunakan dana APBD. Kalau itu betul, ya kita akan menolak hasil penghitungan suara versi KPU. ***

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda