01 September 2008

Mengenal Subsidi BBM dan Bantuan Masyarakat Miskin

Berdoalah, BLT Cair Lagi Jelang Lebaran SEJAK setahun terakhir, harga minyak dunia naik dua kali lipat, dari USD 60 perbarel menjadi USD 120 perbarel pada bulan Mei 2008. Sedangkan harga BBM dalam negeri tidak berubah sejak Oktober 2005, yaitu harga premium Rp 4.500 perliter, solar Rp 4.300 perliter, dan minyak tanah Rp 2.000 perliter. Padahal, harga sebenarnya (harga keekonomian/internasional) dari premium sebesar Rp 8.600 perliter, harga solar Rp 8.300 perliter, dan minyak tanah Rp 9.000 perliter. Artinya, subsidi yang ditanggung pemerintah –yaitu perbedaan antara harga sebenarnya untuk perliter bensin premium (Rp 8.600–Rp 4.500) atau Rp 4.100 perliter. Subsidi solar (Rp 8.300–Rp 4.300) atau Rp 4.000 perliter, dan subsidi minyak tanah (Rp 9.000–Rp 2.000 ) atau Rp 7.000 perliter. Jika harga BBM dalam negeri tidak dinaikkan, maka terjadi perbedaan harga yang sangat besar antara harga BBM di dalam negeri dengan luar negeri jauh lebih mahal dibandingkan harga BBM di dalam negeri, maka BBM di dalam negeri yang murah tersebut menarik untuk diselundupkan dan dijual ke luar negeri. Akibatnya, pembelian BBM bersubsidi di dalam negeri meningkat, tetapi bukan hanya digunakan untuk konsumsi domestik, melainkan diselundupkan ke luar Indonesia untuk dijual lagi pada tingkat harga yang jauh lebih tinggi. Artinya subsidi BBM tidak dinikmati sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia. Pengurangan subsidi BBM harus dilihat pula sebagai kebijakan re-distribusi. Subsidi BBM juga lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat menengah kaya. BBM dikonsumsi oleh mereka yang memiliki mobil dan motor. Semakin kaya seseorang/rumah tangga, maka semakin memiliki mobil atau motor, yang artinya semakin banyak menggunakan BBM. Dengan demikian, rumah tangga kaya menikmati anggaran subsidi BBM dari pemerintah jauh lebih banyak dibandingkan dengan keluarga miskin. Hasil survey Susenas–BPS menunjukkan, 70% subsidi BBM dinikmati oleh keluarga menengah ke atas di Indonesia (40% rumahtangga terkaya). Kalau rata-rata pemakaian bensin permobil pribadi adalah 10 liter perhari, artinya pemilik mobil mendapat subsidi negara sebesar Rp 41.000 perhari untuk pemakaian premium, atau Rp 40.000 untuk pemakaian solar. Dalam sebulan mereka mendapatkan minimal sekitar Rp 1.000.000-Rp 1.200.000 (bila diasumsikan hari kerja adalah 25 hari sebulan), dalam bentuk subsidi BBM. Apabila keluarga menengah keatas memiliki lebih dari satu mobil dan dengan jumlah CC yang besar sehingga boros bensin, merekalah yang menikmati subsidi BBM lebih banyak lagi. Rakyat miskin tidak memiliki mobil bahkan motor, oleh karena itu mereka tidak menikmati subsidi BBM secara langsung seperti pemilik kendaraan bermotor diatas. Mereka menikmati BBM secara tidak langsung, yaitu dengan naik kendaraan/transportasi umum yang membeli BBM yang disediakan oleh pemerintah melalui anggaran (APBN) diperkirakan akan mencapai Rp 190 tirliun -dengan harga minyak dunia rata-rata mencapai USD 110 perbarel– dimana sekitar Rp 133 triliun (70%) dinikmati kelompok berpendapatan menengah dan kaya yang biasanya tinggal di perkotaan. *Subsidi 265 T Orang miskin baik yang tinggal di kota maupun di pedesaan menikmati sangat kecil BBM tersebut. Berdasarkan data Ditlantas Polri dan hasil survey BPh Migas, porsi konsumsi BBM/kapita/hari untuk transportasi umum sudah termasuk bis hanya 0,9% dari total konsumsi keseluruhan. Jika ada kenaikan harga, beban kenaikan harga transportasi untuk 1/3 keluarga berpendapatan di Indonesia ini akan sepenuhnya terkompensasi oleh BLT. Pemakaian BBM dalam negeri yang sangat banyak, baik untuk dipakai sendiri maupun yang bocor karena penyelundupan, ditambah dengan harga minyak dunia yang melonjak dua kali lipat dalam setahun terakhir, mengakibatkan beban subsidi BBM meningkat drastis. Subsidi BBM dalam anggaran pemerintah 2008 akan melonjak dari Rp 126 triliun menjadi Rp 190 triliun. Semenara subsidi listrik diperkirakan mencapai Rp 75 triliun –yang juga lebih banyak oleh kelompok menengah atas yang memakai listrik di rumah lebih banyak, seperti untuk AC, TV, komputer, lampu, dll. Total subsidi energi dalam anggaran pemerintah tahun 2008 akan mencapai Rp 265 triliun, dimana Rp 186 triliun dinikmati oleh kelompok menengah atas. *Usia Produktif Sebagian besar penerima BLT (77,7%) adalah rumah tangga miskin, bahkan sekitar 50,3% Rumah Tangga Miskin (RTM) tergolong sangat miskin, dan hanya sekitar 22,3% saja yang tergolong mendekati miskin. Hal ini menunjukkan tingkat ketepatan sasaran program BLT yang cukup tinggi. Sekitar 75% penerima BLT berada dalam usia produktif (15-55 tahun) dan 90,4% dalam keadaan sehat fisik. Oleh sebab itu, penerima BLT merupakan kelompok potensial untuk menerima pendekatan pemberdayaan untuk meningkatkan produktifitasnya. Sekitar 73,7% penerima BLT memiliki latar belakang pendidikan hanya lulus SD ke bawah. Selain itu 38,3% penerima BLT tidak memiliki pekerjan tetap atau serabutan dan sekitar 6,6% adalah pengangguran. Masuknya program BLT dari pemerintah, yang jelas sebagian masyarakat miskin telah terbantu. Pasalnya, mereka yang hidupnya berkecukupanpun masih ingin mendapatkan BLT ini. Tingggal lagi pemerintah memperbaiki sistem pendataannya. Diupayakan untuk tahun 2009 -jika program ini masih berjalan- data yang digunakan harus lebih akurat dari yang sekarang, sehingga sasaran bantuan terhadap masyarakat miskin tercapai. *Cair September Beberapa warga yang tergolong miskin yang mendapatkan BLT priode Juni sampai Agustus dengan besaran dana Rp 300.000 yang telah diterima pada bulan Juni lalu, merasa sangat berterimakasih terhadap pemerintah yang peduli terhadap warga miskin, sehingga bantuan ini sangat besar manfaatnya untuk membantu apa yang menjadi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan untuk program BLT yang akan datang, yaitu September sampai dengan Desember (4 bulan) dengan jumlah dana Rp 400.000, diharapkan bisa dibagikan pada bulan September, jangan sampai molor ke bulan Oktaober. Pasalnya, bulan Oktober adalah Hari Raya Idhul Fitri. Dengan dibagikannya BLT pada bulan September bisa digunakan untuk membantu persiapan hari raya, baik untuk membeli pakaian anak-anak, membeli perlengkapan kue-kue dan lain-lainnya, dengan demikian manfaat bantuan ini sangat terasa bagi mereka yang sangat membutuhkannya. Seperti yang dipaparkan salah seorang iburumah tangga beranak tiga, yang enggan disebutkan jatidirinya (35) warga kampung Kebun Kelapa. “Saya sangat berterimakasih dengan adanya program ini, paling tidak bantuan yang telah diberikan mampu mengatasi sedikit kesulitan keluarga kami,” ungkapnya gembira. Memang sih, tambah dia, kalo mau dibilang cukup, ya tidak cukup-lah, karena bantuan ini diberikan untuk jutaan orang, tapi ini sudah merupakan perhatian pemerintah kepada masyarakat miskin seperti saya ini. Mengingat harga bahan pokok dan kebutuhan sehari-hari yang semakin meningkat tajam, “Program BLT kedepan diharapkan jangan hanya untuk tujuh bulan seperti yang dibagikan tahun 2008 sekarang ini, tapi paling tidak ada tambahannya bisa sembilan bulan ataupun sepuluh bulan pertahunnya,” ujar Jono (40), bapak satu putra ini, berharap. Selain itu, pencatatan data tentang masyarakat miskin yang dilakukan BPS harus benar-benar akurat, sehingga tidak salah sasaran, karena beberapa tetangganya yang sama miskinnya dengan dia, tidak mendapatkan BLT. Malah sebagian besar masyarakat mampu ikut antri untuk mengambil BLT di kantor pos. Ini akibat kesalahan pendataan dari instansi yang terkait. Sementara beberapa warga yang sangat miskin juga menceritakan kesulitan hidupnya, dengan pekerjaan yang tidak menentu, dan penghasilan yang angat minim, apalagi harga kebutuhan sehari-hari meningkat tajam, mereka berharap jika pada tahun mendatang BLT yang dibagikan ada peningkatan jumlah rupiah perbulannya, misalnya Rp 150.000 perorang perbulan, dengan demikian apa yang menjadi kesulitan hidup, paling tidak bisa terbantu. “Jadi untuk tiga bulan kami bisa terima sebesar Rp 450.000,” ucapnya berharap. *** Langkah Dan Upaya Yang Telah Dilakukan Pemerintah Penghematan belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 30,2 triliun telah dilakukan. Penghematan ini mempersempit ruang gerak bagi pemerintah untuk melakukan berbagai program penanggulangan kemiskinan. Penerimaan negara non migas telah ditingkatkan sebesar Rp 20 triliun. Cadangan belanja resiko fiskal sebesar Rp 8,3 triliun telah digunakan. Sasaran penerbitan SUN sebesar Rp 157 triliun sampai dengan April 2008 hanya terealisasi sebesar Rp 51 triliun. Kepercayaan yang terus berkurang mengakibatkan SUN harus diterbitkan dengan suku bunga 2,5-3,5% diatas asumsi APBN. Tambahan pinjaman dari lembaga internasional, seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) serta kerjasama bilateral telah diupayakan. Upaya peningkatan produksi (lifting) minyak sampai 927 ribu barel perhari. Upaya penghematan penggunaan BBM: - Konversi minyak tanah ke liquid petroleum gas (LPG) di Pulau Jawa direncanakan selesai pada tahun 2009. - Efisiensi Pertamina dengan menurunkan alpha. - Pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. 8 Upaya penghematan penggunaan listrik: - Penghematan komsumsi listrik melalui sistem insentif. - Penghematan biaya PLN melalui penggunaan gas serta penurunan kerugian (losses). 9 Upaya penghematan energi di kantor pemerintah, mall, hotel, pusat perbelanjaan (shopping center) dan berbagai lokasi lainnya. *Kesimpulan Keputusan menaikkan harga BBM dalam negeri adalah keputusan yang amat berat. Keputusan ini adalah opsi terakhir setelah pemerintah melakukan berbagai upaya. Pemberian subsidi BBM merupakan ketidakadilan di dalam masyarakat karena ternyata penikmat subsidi tersebut adalah kelompok masyarakat berpendapatan menengah dan atas. Penikmat subsidi BBM seharusnya adalah masyarakat berpendapatan rendah, terutama masyarakat miskin. Seandainya penyesuaian tidak dilakukan, keadaan perekonomian justru akan bertambah buruk dan yang paling terkena adalah masyarakat yang paling miskin. Dampak kenaikan harga BBM dalam negeri akan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Namun demikian pemerintah bertekad untuk mempertahankan kesejahteraan masyarakat yang berpenghasilan rendah, terutama masyarakat miskin melalui program kompensasi. *** BLT Untuk Rumah Tangga Sasaran PROGRAM BLT-RTS diselenggarakan dalam kerangka kebijakan perlindungan sosial (social protection) sebagai dampak pengurangan subsidi BBM. Mekanisme yang dilakukan merupakan asistensi sosial (social assistance) yang ditujukan untuk membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi dan meningkatkan tanggung jawab sosial bersama. Kebijakan ini juga disinergikan dengan kebijakan pemberdayaan masyarakat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan kredit usaha usaha menengah dan kecil (KUKM), sehingga skema perlindungan sosial bagi masyarakat miskin tetap mendorong keberdayaan masyarakat sesuai dengan potensi yang dimiliki. Bantuan Langsung Tunai (BLT) tanpa syarat kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS) -(unconditional cash transfer)- diberikan sebesar Rp 100.000 perbulan selama tujuh bulan, dengan rincian diberikan Rp 300.000 pertiga bulan (Juni-Agustus) dan Rp 400.000 perempat bulan (September-Desember). Sasarannya Rumah Tangga Sasaran sejumlah 19,1 juta sesuai hasil pendataan yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik dan DIPA Departemen Sosial yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan. Program ini diharapkan dapat diperluas sampai mencakup seluruh Rumah Tangga Sangat Miskin yang memenuhi persyaratan sehingga tercipta ketahanan dalam mengatasi beragam dampak akibat kesulitan ekonomi. *Latar Belakang 1. Kebutuhan minyak dalam negeri terus meningkat melebihi produksi minyak dalam negeri. Untuk menutupi kekurangan minyak dalam negeri, pemerintah melakukan impor minyak. 2. Kondisi saat ini harga minyak melambung tinggi, hampir tiga kali lipat dari harga sebelumnya. Kenaikan harga minyak dunia menyebabkan biaya impor minyak meningkat tajam. 3. Selama ini, untuk menjaga harga minyak dalam negeri tetap murah, pemerintah memberikan subsidi BBM. Bila harga tetap dipertahankan, maka besaran subsidi BBM yang dibutuhkan hampir menghabiskan ¼ belanja negara. 4. Saat ini masyarakat yang menikmati subsidi BBM adalah sebagian besar kelompok masyarakat yang mampu. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kendaraan bermotor pribadi lebih dari satu. 5. Adalah tidak adil jika uang negara digunakan terus menerus untuk mensubsidi masyarakat mampu. Oleh karena itu, pemerintah mengalihkan biaya subsidi ini untuk masyarakat miskin. Apa Itu BLT Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah bantuan langsung berupa uang tunai sejumlah tertentu untuk Rumah Tangga Sasaran (RTS). Sedangkan pengertian dari RTS adalah rumah tangga yang masuk kedalam kategori sangat miskin, miskin dan hampir miskin. Tujuan dari program BLT bagi rumah tangga sasaran adalah: 1. Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. 2. Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonimi. 3. Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama. Pelaksanaan program BLT untuk Rumah Tangga Sasaran (BLT-RTS) tahun 2008 langsung menyentuh dan memberi manfaat kepada masyarakat miskin, mendorong tanggung jawab sosial bersama serta dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap perhatian pemerintah kepada masyarakat miskin. BLT diberikan pada bulan Juni 2008 sebanyak Rp 300.000 untuk digunakan selama tiga bulan (Juni-Agustus). Sedangkan untuk penggunaan empat bulan berikutnya, yaitu September-Desember akan diberikan sebesar Rp 400.000 di bulan September. Penerima BLT adalah rumah tangga yang memiliki kriteria: Luas lantai bangunan tempat tinggal, kurang dari 8 m2 perorang. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu /kayu murahan. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. Tidak memiliki fasilitas buang air besar sendiri atau bersama-sama dengan orang lain. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. Sumber air minum berasal dari sumur, mata air tidak terlindung, sungai dan air hujan. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar, arang, minyak tanah. Hanya mengkonsumsi daging, susu, ayam satu kali dalam seminggu. Hanya membeli satu stel pakaian dalam setahun. Hanya sanggup makan sebanyak satu atau dua kali dalam sehari. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0,5 Ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp 600.000 perbulan. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga adalah tidak sekolah, tidak tamat SD atau hanya SD. Tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual minimal Rp 500.000 seperti sepeda motor, baik kredit atau non kredit, emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya. ***

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda