09 November 2008

Pariwara

BLT Tidak Membuat Penerima Jadi Malas Tanya Jawab Seputar Program Kompensasi Kenaikan Harga BBM Apakah program bantuan langsung tunai (BLT) kepada rumah tangga sasaran itu? Program bantuan langsung tunai (BLT) kepada rumah tangga sasaran adalah sejumlah uang tunai yang diberikan pemerintah kepada rumah tangga sasaran yang tergolong rumah tangga sangat miskin, miskin dan dekat miskin (near poor) agar kesejahteraannya tidak menurun jika harga BBM dinaikkan. Berapa besarnya BLT? Besarnya BLT adalah Rp 100.000 perbulan per-rumah tangga sasaran. Pembayaran dilakukan setiap tiga bulan sekali dan dimulai pada bulan Juni 2008. Mengapa jumlahnya Rp 100.000 perbulan? Pemberian BLT dimaksudkan untuk menjaga tingkat konsumsi mereka yang paling rentan agar tidak menurun pada saat pemerintah menaikkan harga BBM, dengan asumsi garis kemiskinan Rp 180.000 maka pengeluaran RTS dengan dua anak adalah Rp 720.000 perbulan. Konsumsi minyak tanah RTS diasumsikan 10 liter perbulan. Dengan kenaikan harga minyak tanah Rp 500 perliter, maka dibutuhkan Rp 500 x 10 = Rp 5000. Untuk menjaga agar RTS dapat tetap membeli 10 liter minyak tanah, bila harga BBM dinaikkan, inflasi umum diperkirakan mencapai 11.1%. Untuk menjaga tingkat konsumsi RTS diperlukan tambahan 11.1% x Rp 720.000 = Rp 79.920, sehingga jumlah yang diperlukan untuk menjaga tingkat konsumsi RTS adalah Rp 5000 + Rp 79.920 = Rp 84.920, dengan demikian BLT sebesar Rp 100.000 cukup untuk mempertahankan tingkat konsumsi RTS setelah terjadi kenaikan BBM. Dan yang perlu dipahami, BLT tidak dimaksudkan untuk menutup seluruh peneluaran konsumsi RTS. Mengapa uang tunai yang diberikan? Karena uang tunai dapat secara langsung mencegah turunnya daya beli masyarakat miskin yang diakibatkan oleh naiknya harga BBM. Apa kriteria utama dalam menetapkan rumah tangga sasaran? BPS menggunakan sejumlah criteria, diantaranya luas lantai bangunan tempat tingal, jenis lantai dan dinding bangunan tempat tinggal, fasilitas sanitasi, sumber penerangan, sumber air minum, sumber penerangan utama, kepemilikan tabungan atau barang berharga, kemampuan membeli makanan dan pakaian baru, kemampuan berobat ke puskesmas, serta sumber utama penghasilan. Menggapa data rumah tangga sasaran masih mengunakan data tahun 2005 yang tidak mencerminkan kondisi saat ini? Data dasar yang digunakan adalah data untuk pelaksanaan BLT tahun 2005-2006. Selama program BLT tersebut berjalan juga tetap dilakukan pemuktahiran data, jadi sebenarnya data dasar yang digunakan mencerminkan keadaan tahun 2006. Setelah itu BPS melakukan pemuktahiran data di 1000 kecamatan berkaitan dengan program keluarga harapan (PKH), disamping itu PT Pos melakukan penyesuaian sehubungan dengan adanya rumah tangga sasaran yang berpindah alamat, meninggal dunia, atau tidak melakukan pengambilan uang tunai pada program BLT 2005-2006. Selanjutnya pemuktahiran data melalui sensus rumah tangga sasaran akan segera dilakukan oleh BPS. Dengan demikian pemerintah akan terus berupaya agar data yang digunakan mencerminkan kondisi terakhir. Mengapa sejumlah orang miskin hasil perhitungan Susenas berbeda dengan jumlah orang miskin dalam program BLT? Angka yang setiap tahun disampaikan oleh BPS berdasarkan Susenas adalah angka jumlah orang/jiwa yang hidup dibawah garis kemiskinan. Mereka ini adalah yang tergolong sangat miskin dan miskin. Sementara penerima BLT adalah rumah tangga (bukan jumlah jiwa) yang tergolong sangat miskin, miskin dan hampir miskin (near poor), dengan demikian jumlahnya lebih banyak karena mencakup pula mereka yang tergolong sangat miskin dan miskin jumlah jiwa tidak berbeda. Apakah BLT bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan? Tidak. BLT adalah salah satu program saja dari berbagai program pemerintah berkaitan dengan pengentasan kemiskinan. BLT adalah program jangka pendek yang merupakan bantuan sosial untuk menjaga agar tingkat konsumsi masyarakat yang paling miskin tidak menurun pada saat pemerintah menaikkan harga BBM. Sedangkan untuk pengentasan kemiskinan dilakukan melalui berbagai program yang dikelompokkan ke dalam tiga kluster. Bagaimana cara mengambil BLT? Petugas kantor Pos akan membagikan kartu rumah tangga sasaran ke alamat masing-masing. Kartu tersebut akan dilengkapi dengan barcode yang akan memudahkan pengambilan uang tunai. Setelah mendapatkan kartu tersebut, ibu/kepala keluarga dapat datang ke kantor Pos terdekat atau tempat lain yang ditentukan/disepakati, dengan membawa kartu rumah tangga sasaran dan kartu identitas. Dimana anggota keluarga miskin dapat mengambil BLT? Untuk daerah yang terjangkau layanan kantor Pos, penerima BLT datang ke kantor Pos terdekat, untuk menghindari antrian, akan dilakukan penjadualan wakru pengambilan BLT. Bagi mereka yang tidak terjangkau layanan kantor Pos, petugas kantor Pos akan mendatangi lokasi terdekat yang ditetapkan bersama. Apakah penyaluran subsidi langsung akan diperiksa atau diawasi? Ya. BLT akan diperiksa oleh kantor pemeriksa, seperti BPKP atau BPK. Pemerintah juga meminta pemerintah daerah dan lembaga masyarakat sipil, seperti perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pesantren, gereja dan sebagainya untuk melakukan pengawasan langsung pada saat penyaluran BLT dilaksanakan. Apakah telah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program BLT tahun 2005-2006? Sudah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program BLT 2005-2006 menggunakan Susenas 2006, berbeda dengan anggapan berbagai kalangan, hasil evaluasi menunjukkan program ini sukses. Apa saja hasil evaluasi? Antara lain; A. 94.17% dari rumah tangga sasaran menerima uang tunai secara utuh pada pembayaran pertama 89.62% menerima pembayaran utuh mengatakan bahwa pemotongan terjadi setelah uang diterima dari PT Pos Indonesia. Dengan demikian tidak terdapat pemotongan oleh birokrasi. Uang diterima PT Pos utuh Rp 300.000. Pemotongan terbanyak dilakukan oleh kepala dusun/RT/RW dengan alasan untuk membagikan kembali kepada rumah tangga yang tidak menerima BLT. 80% dari jumlah sasaran tinggal kurang dari 1 jam perjalanan ke kantor Pos, hanya 1% yang tinggal dengan perjalanan lebih dari 5 jam ke kantor Pos. Bagi penerima BLT diatas 60 tahun, 49.66% mengatakan bahwa mereka mengantri kurang dari 1 jam, 33.92% mengantri antara 1-2 jam, 13.71% mengantri antara 3-5 jam, dan 2.71 mengantri lebih dari 5 jam. Mayoritas menggunakan BLT untuk membeli beras, minyak tanah dan membayar hutang, sisanya digunakan membayar pelayanan kesehatan, pendidikan, modal usaha dan lain sebagainya, dengan demikian mayoritas penerima BLT menggunakan uangnya untuk membeli barang kebutuhan pokok dan tidak untuk keperluan konsumtif. Penerima BLT tidak mengurangi jam kerja, dengan kata lain pemberian BLT tidak terbukti membuat mereka malas bekerja, pemberian BLT sebesar Rp 100.000 hanya sekitar 15% dari konsumsi rumah tangga sasaran. Jumlah Rp 100.000 ditujukan hanya untuk menjaga tingkat konsumsi mereka agar tidak menurun karena pemerintah menaikkan harga BBM, dan bukan untuk menutup seluruh kebutuhan mereka. Dengan demikian tidaklah dapat kalau BLT dikatakan semata-mata memberikan “ikan” dan membuat penerima menjadi malas bekerja. ***

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda