07 Februari 2009

Investigasi

Masyarakat dan PT ALP Saling Ngotot PN Menggala Gagal Memediasi FOKUS – Pengadilan Negeri (PN) Menggala, Kabupaten Tulang Bawang, gagal memediasi sengketa lahan tanah seluas 1500 Ha antara PT ALP dengan masyarakat Kampung Labuhan Ratu, Margo Rahayu dan Kagungan Dalam, Kecamatan Simpang Pematang, Kabupaten Tulang Bawang, yang sama-sama ngotot mempertahankan argument masing-masing. Bahkan, meski sudah dilakukan upaya-upaya mediasi beberapa kali, namun tetap tidak membuahkan hasil yang berarti. Pekan kemarin, pada sidang tanggal 29 Januari di PN Menggala adalah tahapan stad awal pembacaan tuntutan penggugat kepada tergugat I yaitu pihak PT ALP dan tergugat II BPN Tuba. Terungkap pula dalam sidang tersebut tidak di hadiri oleh pengguna kuasa dari PT ALP. Dalam isi gugatan tersebut menguraikan, bahwa sejak tahun 1990 pemilik sah tanah atau lahan seluas 1500 Ha tersebut mutlak milik dan hak warga berdasarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) dari tiga Kepala Kampung, yakni Kakam Labuhan Batin, Kakam Margo Rahayu dan Kakam Kagungan Dalam yang saling berbatasan. Sedangkan di wilayah utara lahan itu dijelaskan berbatasan dangan PT BSMI, selatan berbatasan dengan TSBJ, timur berbatasan dengan TSBJ/ Adi Mulyo, sedangkan untuk kawasan sebelah barat berbatasan dengan translok Desa Margo Rahayu dan trans swakarsa Margo Rahayu. Dijelaskan pula dalam sidang tersebut, sesuai SK guburnur KDH TK I lampung No 6/42/BPN/HK/1992 tanggal 23 juni 1992, PT ALP telah menduduki lahan para penggugat tidak sesuai SK dan peta izin lokasi dan perbatasan tanah. Sedangkan BPN mengeluarkan sertipikat HGU No 19/1994 tanggal 29 nopember 1994 kepada tergugat PT ALP. Masyarakat adat Kampung Labuhan Batin berdasarkan gugatan mereka menuntut ganti rugi terhadap PT ALP. Pihak tergugat ( PT ALP ) dituding masyarakat setempat telah melakukan pengusiran dengan mengintimidasi warga dengan cara meletakan alat-alat berat dan mendatangkan oknum-oknum yang melakukan tindakan-tindakan yang tidak bersahabat. Bahkan, menurut salah seorang warga, yang enggan disebutkan identitasnya mengatakan, pihak penggugat pernah melakukan pengaduan ke DPRD dan panitera PN kelas II Menggala.Namun masalah tersebut tidak ada perkembangan. Kerugian materil yang dialami para penggugat sebesar Rp 2.252.000.000 dan immateril sebesar Rp 790.840.000. Dari kesimpulan gugatan tersebut, pihak penggugat meminta PN Menggala dapat mengabulkan gugatannya, serta menyatakan objek sengketa lahan 1500 Ha itu milik tiga kampung adalah mutlak milik penggugat. Juga menyatakan tergugat I/II telah melakukan tindakan melawan hukum, menyatakan sertipikat HGU No. 19/1994 milik PT ALP itu batal demi hukum, juga menuntut agar pihak perusahaan pemegang HGU itu menyerahkan tanah berikut tanam tumbuh yang ada diatas lahan itu, dan tergugat juga diminta membayar kerugian penggugat sebesar Rp. 3.042.840.000 dengan rincian materil sebesar Rp. 2.252.000.000 dan inmateril Rp. 790.840.000. ”Namun demikian tuntutan dari pihak penggugat belum final. Pasalnya pada tanggal 9 Febuari mendatang pihak tergugat I/II akan memberikan jawaban tuntutan,” ucap Heneng Pujadi SH, Majelis Hakim yang menangani kasus sengketa tanah tersebut kepada wartawan Fokus di Tuba. Sementara, kuasa hukum masyarakat setempat, Irawan Saleh SH, yang juga Ketua Umum LSM Pengabdian Putra Daerah Lampung (PPDL) mengatakan, bahwa pihaknya akan terus berupaya melakukan gugatan terhadap kesewenang-wenangan PT ALP yang dianggap telah merampas lahan milik warga masyarakat di sana disertai berbagai perilaku intimidasi. Sikap yang sama pun ditunjukkan oleh Direktur PT ALP Gouw Peng Kiang alias Kuku, yang mengatakan bahwa pihaknya secara sah pemegang HGU diatas lahan 1500 Ha itu. Bahkan Kuku mengatakan, pihaknya yang pertama kali membuka lahan tersebut sejak tahun 1993. ”Saya pelaku sejarah atas tanah itu,” ujar Kuku. Kuku membantah tudingan bahwa dirinya melakukan intimidasi terhadap warga masyarakat disana dan bertindak arogan.”Buat apa saya melakukan cara-cara yang tidak terpuji? Kami pemegang sah HGU itu, kok. Dan dokumen yang kami miliki otentik. Bukan sekedar mengaku-ngaku,” tandasnya. Kendati kedua belah pihak sama-sama mempertahankan argument masing-masing, namun banyak pihak, termasuk Pengadilan Negeri (PN) Menggala berharap, agar masing-masing pihak yang bersengketa mencari titik temu yang terbaik. ”Supaya penyelesaiannya tidak berlarut-larut,” ujar Ketua PN Menggala Retno Purwandari Y SH. ek

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda