19 Agustus 2008

Pemprov Tangani Tanah Ryacudu

SENGKETA tanah atau lahan memang menjadi persoalan yang tak pernah ada tuntasnya di provinsi ini. Masalah itu pulalah yang diadukan Ryamur Ryacudu mewakili keluarga besar Mayjen Purn Musannif Ryacudu. Rabu (13/8) lalu Pemprov Lampung mengkancah persoalan ini melalui Tim Inti Koordinasi Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan yang diketuai Staf Ahli Gubernur Bidang Hukum & Politik, Hi Rustam Effendi, SH, MH. Rapat di Ruang Abung Balai Keratun terkait dengan penanganan terhadap pengaduan lahan milik keluarga besar Musannif Ryacudu itu dipimpin Rustam Effendi dihadiri tim asistensi dan tim 13. Apa persoalan tanah keluarga besar Gubernur Syamsurya Ryacudu tersebut? Fajrun Najah Ahmad dari Fokus mewawancarai Rustam Effendi selepas memimpin rapat Tim Koordinasi Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan Provinsi Lampung, berikut petikannya: Rapat tadi sepertinya hanya membahas masalah tanah keluarga Gubernur Syamsurya Ryacudu, betul demikian? Iya, agendanya memang hanya membahas masalah tersebut, jadi ya persoalan itu yang kita bicarakan. Apa masalahnya? Begini, kita mendapat laporan dari Ryamur Ryacudu atas nama keluarga besar Mayjen Purn Musannif Ryacudu atau Natar Agung menyangkut lahan seluas 1.725 hektare yang ada di Kecamatan Bumi Agung, Way Kanan. Lahan itu memang milik keluarga besar Ryacudu? Menurut pengaduan yang kami terima, sejarah tanah tersebut bermula pada tahun 1973 silam, di mana Mayjen Purn Musannif Ryacudu mendapat penyerahan tanah dari kepala adat atau Punyimbang Marga Buay Bahuga, Lampung Utara, seluas 1.725 hektare. Waktu itu yang melakukan penyerahan adalah Hi Ratu Ahmad Ilyas alias Pangeran Kaca Marga, langsung kepada Bapak Musannif Ryacudu. Selanjutnya? Pada tahun 1985, keluar Surat Keputusan Gubernur Lampung No G/057/DA/HK/1985 tanggal 21 Maret 1985 tentang Program Transmigrasi Lokal. Dalam SK tersebut disampaikan untuk mewujudkan program itu digunakan lahan seluas 5.500 hektare yang diambil dari lahan eks HGU Andalas Timber. Pada tahun 1998 terjadi kesepakatan plasma inti sawit PT PLP dengan Ryamur Ryacudu terhadap lahan seluas 1.725 hektare tersebut. Terus yang menjadi persoalan apa? Persoalannya, sejak tahun 1998 sampai saat ini, keluarga besar Musannif Ryacudu belum memperoleh surat ukur yang pasti baik dari PT PLP maupun BPN. Yang sudah ada surat ukurnya baru 306 hektare saja. Nah, di sini timbul kekhawatiran dari keluarga besar Ryacudu, jangan-jangan program transmigrasi lokal yang menggunakan lahan seluas 5.500 hektare itu juga menggunakan sebagian dari lahan seluas 1.725 hektare yang menjadi milik keluarga Ryacudu. Apalagi saat ini, di kawasan translok tersebut telah berdiri beberapa desa definitif, diantaranya Desa Mulyo Karyo, Tanjung Dalam, Bumi Agung, Mesir Ilir, dan banyak lagi desa lainnya. Yang diminta keluarga besar Ryacudu apa? Mereka meminta dilakukan pengukuran ulang, sehingga akan diketahui secara transparan apakah lahan milik keluarga juga termasuk dalam lahan yang kini didiami peserta translok pada 1985 itu. Lalu apa hasil keputusan rapat tim koordinasi penanganan dan penyelesaian masalah pertanahan? Kita menyepakati beberapa hal, diantaranya segera diagendakan untuk turun ke lapangan guna mengecek langsung, tentunya didampingi pemohon dalam hal ini Bapak Ryamur Ryacudu untuk ditunjukkan tapal batasnya. Setelah itu, kita akan meminta BPN melakukan proses pengukuran ulang secara kadestral melalui titik kordinat. Kapan tim akan turun ke lokasi? Saya belum dapat memastikannya. Karena kita akan melakukan rapat terbatas dulu. Kita akan bahas persoalan ini bersama dengan Pemkab Way Kanan, keluarga besar Ryacudu, PT PLP, Polda Lampung, Dinas Kehutanan, dan pihak terkait lainnya. Tapi pada prinsipnya, tim melalui rapat tadi (Rabu lalu) telah merumuskan langkah-langkah yang akan dilakukan. Jadi ya tunggu saja perkembangannya. ***

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda