01 September 2008

Kemajuan Demokrasi Yang Bermasalah

Mestinya UU No 10/2008 Segera Direvisi LAIN lagi pendapat Firman Seponada. Aktivis beberapa LSM dan pengamat politik ini menilai, menggelindingnya kebijakan beberapa parpol terkait caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak, merupakan kemajuan dalam berdemokrasi. “Banyak parpol peserta Pemilu 2009 yang memutuskan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak, bukan berdasarkan minimal 30% bilangan pembagi pemilih (BPP). Ini tentu saja kemajuan bagi demokrasi. Karena itu, langkah banyak parpol ini wajib diapresiasi,” tutur dia. Seseorang yang paling banyak didukung pemilih, lanjut jurnalis senior tersebut, tentu saja punya hak politik lebih besar untuk mewakili konstituen di gedung dewan. Namun Firman Seponada mengakui, kebijakan parpol ini jelas ada plus-minusnya. Ada potensi konflik di balik sisi positifnya. Sebab, upaya ini tidak diatur undang-undang. Sehingga, “Mungkin-mungkin saja akan dilawan oleh kader-kader yang merasa dirugikan atas kebijakan partainya,” ucap anggota Panwas Pemilu 2004 Provinsi Lampung ini. *Simpan Konflik Ia meyakini, KPU tentu akan menetapkan calon terpilih berdasarkan undang-undang. Jika tidak ada caleg yang memenuhi minimal 30% BPP, maka caleg ditentukan berdasarkan nomor urut. Ketika partai memperoleh dua kursi, misalnya, maka yang ditetapkan KPU sebagai caleg terpilih adalah caleg nomor urut 1 dan 2. Padahal, mereka bukan caleg yang memperoleh suara terbanyak di daerah pemilihan bersangkutan. “Dari sini konflik atau timbulnya masalah itu dimulai. Kader yang terpilih berdasarkan nomor urut tadi, boleh jadi, akan mbalelo terhadap kebijakan partai. Mereka tidak mau mundur untuk menyerahkan kursinya kepada kader peraih suara terbanyak,” imbuh dia. Sesuai pengalaman, Firman melanjutkan, proses penggantian antar-waktu (PAW) anggota legislatif selalu memakan waktu lama dan berbelit. Lalu apa positifnya kebijakan caleg terpilih adalah yang meraih suara terbanyak? “Semua caleg akan berjuang keras untuk memperoleh suara sebanyak mungkin. Sebab, baik yang nomor peci maupun nomor sepatu, punya peluang sama besar untuk terpilih. Ini berbeda dengan sistem pemilihan yang berdasarkan nomor urut. Pemilihan caleg berdasarkan suara terbanyak, dipastikan akan lebih bergairah, karena semua caleg akan bekerja keras. Dengan demikian, angka golongan putih diperkirakan merosot,” jelas dia. Ia menambahkan, mereka yang kelak duduk di parlemen juga secara relatif memperoleh dukungan konstituen signifikan. Akan mendekati semangat perwakilan yang lebih ideal. Agar konsep “caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak” ini dapat berjalan mulus, Firman menyarankan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif perlu segera direvisi. Khususnya pasal 214 ayat (d) wajib ditambah frase "dan atau suara terbanyak". Dengan begitu, parpol punya pilihan sesuai aturan masing-masing. dd Buntutnya, Kegaduhan Politik PAN Menjamin Bukan Sekadar Retorika FOKUS – Langkah beberapa parpol yang menempatkan caleg terpilih atas dasar suara terbanyak, dinilai Sopian Sitepu, SH, tak lebih dari memacu para caleg. Hanya bersamaan dengan itu, “kebijakan tersebut juga menampilkan citra semu parpol, yang buntutnya adalah akan terjadinya kegaduhan politik antara para caleg dengan pengurus partai,” jelas sekretaris Bakumham DPD Partai Golkar Provinsi Lampung ini. Ia menyatakan, kebijakan beberapa parpol itu tak lain merupakan bahasa politik. “Namanya politik ya tetap akan berlaku bahasa politik. Artinya, semua itu hanyalah bertujuan memacu caleg,” Sopian Sitepu menambahkan. Sementara fungsionaris DPW PAN Provinsi Lampung, Ananto Pratomo, SH, menjamin penetapan partainya bahwa caleg terpilih merupakan yang bersuara banyak dan bukan mendahulukan nomor urut bukan sekadar retorika politik saja. “Kebijakan itu bukan sekadar retorika politik saja. Karena kami di PAN mempunyai payung hukum yang jelas, yaitu AD/ART serta PO hasil rakernas beberapa waktu lalu,” tutur Aan, sapaan akrab Ananto Pratomo. Ia juga menegaskan, diterapkannya kebijakan caleg terpilih yang bersuara banyak, tidak membawa nilai minus bagi kepentingan partainya. Apalagi partainya telah siap dengan perangkat untuk melaksanakan kebijakan tersebut. “Terlebih, UU Pemilu juga memberi celah untuk terlaksananya kebijakan tersebut, yaitu pada pasal 128 yang mengatur tentang pergantian calon terpilih,” ucap dia sambil menambahkan, untuk parpol yang menetapkan kebijakan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak hanya melalui pleno, mungkin akan beresiko, sedang PAN sudah sangat siap. dd

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda