22 September 2008

Yang Bisa Ngeganjel Cuma KPK

HASIL Pilgub Lampung 3 September silam yang telah ditetapkan KPU Kamis (18/9) lalu secara nyata dimenangi oleh pasangan Sjachroedin ZP-Joko Umar Said, dengan perolehan suara 1.513.666 atau 43,27% dari jumlah pemilih. Namun dipastikan pengesahan dan usulan penetapan gubernur-wagub terpilih akan tidak mulus. Enam pasang cagub-cawagub lainnya dipastikan melakukan “perlawanan”. Sinyal ke arah itu sudah terbaui hanya beberapa hari selepas pencoblosan dilakukan. Bahkan saat pleno KPU di Pusiban, saksi dari lima cagub-cawagub walk out. Karena itu, banyak kalangan menilai, konflik jilid II mengancam Lampung ke depan. Tapi tidak demikian dimata dr Hi Sofyan AT. Tokoh senior Lampung yang pernah menjadi sekretaris DPD Partai Golkar Lampung Tengah era Orde Baru ini menilai, sudah tidak ada celah untuk mempermasalahkan kemenangan pasangan Sjachroedin ZP-Joko Umar Said. Jadi, “Apalagi yang mau dipersoalkan? Sudahlah, terima saja kenyataan tersebut. Sudahi ‘kokok ayam kalah’ itu, tatap masa depan Lampung dengan optimistis,” tutur mantan kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung yang pensiun dari PNS tahun 2007 lalu dengan jabatan terakhir Asisten Bidang Kesra Pemprov Lampung. Apa saja kata sosok yang saat masih aktif sebagai PNS disebut-sebut sebagai “suhu politik” kalangan birokrat Pemprov Lampung itu? Berikut petikan wawancara Fajrun Najah Ahmad dari Fokus dengan dr Hi Sofyan AT melalui telepon seluler, Jumat (19/9) pagi. Bagaimana Anda menilai hasil rekapitulasi hasil penghitungan suara yang dilakukan KPU Lampung, Kamis (18/9) kemarin? Sejujurnya, saya kagum. Dan saya kira bukan hanya saya, melainkan mayoritas rakyat Lampung juga kagum atas hasil yang diperoleh pasangan Sjachroedin-Joko Umar Said. Yang membuat Anda kagum? Ya kemenangan yang diraih pasangan itu. Dengan perolehan angka 43,27% itu sangat luar biasa. Padahal, pilgub diikuti tujuh pasangan calon. Terus terang saja, apa yang diperoleh pasangan itu sungguh luar biasa. Spektakuler. Bandingkan dengan perolehan suara peringkat kedua (Abang), kan hanya 20,62%. Nggak sampai setengah dari yang didapat pasangan Oedin-Joko. Mayoritas kita kan memprediksi sebelum pilgub, paling-paling akan dua putaran. Begitu kan? Tapi kenyataannya kan tidak. Ini luar biasa sekali. Lepas dari analisis politik siapapun di daerah kita. Bahkan secara nasional pun perolehan suara ini diakui hebat. Tapi tampaknya akan tetap dipersoalkan dengan mengajukan gugatan ke MA atas hasil tersebut? Sebenarnya apalagi sih yang mau dipersoalkan? Menurut saya, sudah tidak ada celah lagi untuk mempersoalkan kemenangan yang diraih pasangan Oedin-Joko. Kalau mau dilihat perbedaan perolehan suara, sangat mencolok. Lalu apalagi? Kalau tetap ada yang mempersoalkannya? Ya, please! Itu hak, dan bagian dari proses berdemokrasi. Hanya menurut pandangan saya, kok tidak ada alasan mendasar untuk mempersoalkan perolehan suara yang mayoritas tersebut. Kenyataan membuktikan Oedin-Joko menang mutlak. Suara enam kandidat lainnya dikumpulin pun tidak sebanding, karena hanya 56,72%. Bandingkan dengan Oedin-Joko yang sendirian mencapai 43,27%, bedanya kan hanya 12 persen koma sekian. Kecil sekali. Jadi menurut saya, tidak ada gunanya mempersoalkan kemenangan mereka. Jadi menurut Anda, Oedin-Joko tidak bakal kebendung lagi, begitu? Kalau dalam konteks perolehan suara yang begitu mutlak, ya nggak ada lagi. Paling-paling yang bisa ngeganjel untuk mulusnya dia kembali menjadi gubernur, ya KPK. Itu terkait kepemimpinannya kemarin. Tapi apa iya ada persoalan yang membuat KPK turun tangan? Sampai sekarang kayaknya tidak ada. Apalagi kita tahu, sudah banyak laporan yang masuk ke KPK, kan nggak ada tindaklanjutnya. Ini artinya, kepemimpinan Oedin yang lalu tidak berindikasi penyimpangan bernuansa KKN. Kalau ada data dan fakta yang akurat, saya kira KPK nggak bakal diam saja. Menurut Anda, masih adanya gerakan-gerakan yang mempersoalkan hasil pilgub saat ini sebagai apa? Saya melihatnya sederhana saja kok. Ibaratnya, itu semua hanyalah “kokok ayam kalah” saja. Biasa itu dalam suatu persaingan politik. Dari zaman dulu, setiap yang kalah dalam percaturan politik pasti ada yang dipersoalkan. Jadi bukan sesuatu yang baru atau fenomena demokratisasi. Lumrah-lumrah saja. Alamiah saja kok, nggak usah diperdebatkan. Ajakan Anda terkait dengan masih tetap meletupnya persoalan menyangkut perolehan suara pilgub? Saya mengajak semua pihak untuk menyudahi “koko ayam kalah” tersebut. Mari kita tatap Lampung ke depan dengan optimistis. Realitas politik telah membuktikan bahwa pemenang pilgub adalah Oedin-Joko, ya sudah, kita terima saja. Menurut saya, sudah tidak ada gunanya lagi melakukan gerakan-gerakan politik saat ini. Tapikan masih ada proses hukum yang berlangsung, terkait dugaan money politics, menurut Anda? Iya, itu betul. Tapi jujur saja-lah, sejauhmana sih masalah itu membawa pengaruh dalam hal penetapan perolehan suara pilgub? Kan kecil sekali. Bahkan tidak terkait langsung. Dan juga kalau kita mau jujur, siapa sih yang dalam menyambut pilgub kemarin nggak jor-joran? Apa itu bukan indikasi money politics? Jadi sudahlah, nggak usah mempermasalahkan hal-hal yang tidak substansial terkait perolehan suara ini. Dengan kemenangan Oedin-Joko yang Anda nilai spektakuler itu, apa faktor utamanya? Itu semua membuktikan kalau mesin partai bekerja maksimal. Ini harus diakui. Dan saya kira, Oedin juga telah mulai menyadari akan begitu strategisnya peran partai pendukung dia. Saya melihat, pilgub ini juga akan menjadi pengalaman tersendiri bagi Oedin dalam melihat perlunya memaksimalisasi kedekatan dan pembinaan terhadap partai-partai politik. Jadi ada kesadaran tersendiri pada diri Oedin? Iya, saya melihatnya demikian. Kalau dulu, -waktu baru menjadi gubernur-, dia kan kelihatan kaku bahkan terkesan semena-mena terhadap partai politik. Tapi sekarang dan kedepan saya kira tidak lagi. Dia akan lebih fleksibel dan meningkatkan perhatiannya bagi kepentingan partai-partai politik, utamanya ya partai yang menjadi pendukung. Ada yang menilai bakal muncul konflik jilid II, baik antara Oedin-Joko maupun eksekutif dan legislatif kedepan, menurut pandangan Anda? (Terdiam sesaat). Saya kira hal-hal seperti yang lalu jangan sampai terjadi lagi-lah. Apalagi saya tahu persis karakter Joko Umar Said. Harapan saya, dia dapat menempatkan diri dengan baik, sehingga tidak timbul konflik seperti Oedin dengan Syamsurya. Jadi kuncinya pada Joko Umar Said? Menurut saya dominannya memang demikian. Joko harus semakin pandai menempatkan diri, dengan demikian pemerintahan kedepan akan bagus. Tidak ada lagi konflik internal duet kepemimpinan. Kalau konflik jilid II dengan legislatif? Sebenarnya nggak juga. Tapi semua tergantung pada bagaimana Oedin mengendalikan pemerintahan kedepan. Kalau melihat perubahan-perubahannya belakangan ini, utamanya dengan semakin menyadarinya dia akan keberadaan partai pendukung, tentu dia akan lebih bisa fleksibel. Dengan demikian kalaupun ada riak-riak di Dewan dapat secepatnya diredakan, sehingga tidak menimbulkan konflik berkepanjangan seperti dulu. Ada asumsi, dengan kemenangan mutlak ini, kedepan justru Oedin akan sulit dikontrol, menurut Anda? Itu asumsi negatif namanya. Bahwa Oedin punya karakter yang keras, disiplin, dan tegas ya itu memang sudah dari sononya. Dia terbentuk begitu karena berkarier sebagai anggota Polri. Soal kontrol? Ya itulah peran Dewan. Kalau ada kebijakannya yang tidak benar, ya koreksi saja. Masih saja tidak mau dan nyata-nyata melanggar ketentuan perundang-undangan, laporkan ke KPK. Kan semua ada jalan keluarnya, ngapain sudah berandai-andai negatif sejak sekarang?! ***

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda