04 Agustus 2008

PTPN-Warga Masih Sengketa

Lahan 1.000 Hektar di WK Terbengkalai

SENGKETA lahan antara PTPN VII dan warga seluas 1.000 hektare di Kabupaten Way Kanan yang telah berlangsung 10 tahun, belum juga ada sinyal akan menemui ujung. Padahal, selama ini lahan yang masih berupa perkebunan karet itu terbengkalai. Karena berstatus quo.

Terkait dengan kondisi tersebut, beberapa tokoh masyarakat Way Kanan mengharapkan agar PTPN VII segera menyelesaikan sengketa tersebut. Dengan demikian, lahan tersebut dapat dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat.

Tokoh masyarakat Blambangan Umpu, Way Kanan, yang menyatakan harapannya agar sengketa lahan antara PTPN VII dan warga segera dituntaskan, diantaranya adalah Tuan Daud, Mahadi, Fauzi, Anwar Syarifudin, dan M Amin, serta dua anggota DPRD Way Kanan, yang juga tokoh masyarakat setempat; Arief Sahidi dan Ridwan Basyah.

Mereka berharap, pemerintah daerah sebagai mediator untuk menyelesaikan permaslahan tanah tersebut harus secepatnya membantu, agar bisa tuntas.

“Kita berharap masalah ini jangan sampai berlarut-larut terus. Kan sayang kalau tanah yang sangat strategis itu tidak ada manfaatnya sama sekali. Karena keubn karetnya juga sudah rusak dimakan usia,” ujar Tuan Daud.

Ia menjelaskan, tanah tersebut terbengakalai sejak tahun 1998, kayu-kayu karet yang seharusnya bisa bermanfaat akhirnya rusak saja dimakan usia. Karena sampai saat ini PTPN tidak lagi mengolahnya, begitu juga masyarakat. Karena status tanah itu tidak jelas.

“Kalau memang tdak lagi dimanfaatkan, ya sudah, tolong secepatnya PTPN menyelesaikan masalah ini dan serahkan kembali ke masyarakat,” kata dia.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Komisi A DPRD setempat sudah diadakan hearing, yang dihadiri para tokoh masyarakat; Tuan Daud, Mahadi, Fauzi, M Amin, Arief Sahidi, dan Ridwan Basyah, serta Asisten I Pemkab Way Kanan, Herwan Sahri, dan dari pihak PTPN, Edi Taufik. Namun, belum didapat kesimpulan karena pihak PTPN masih akan membahas masalah tersebut pada tingkat direksi.

Arief Sahidi menambahkan, saat itu lahan yang berada di sepanjang jalan lintas Sumatera Way Kanan, dan jalan arah perkantoran pemda setempat diserahkan masyarakat untuk perkebunan inti. Namun, sejak tahun 1998 lahan yang sudah ditanami karet itu dibiarkan begitu saja.

“Dulu tanah itu kan diserahkan kepada PTPN untuk perkebunan inti. Nah, kalau sekarang dibiarkan terbengkalai seperti itu, sudah seharusnya segera dikembalikan ke masyarakat. Jangan sampai nanti masyarakat berbuat yang tidak kita inginkan. Toh ini kan untuk kesejahteraan masyarakat juga,” katanya.

Minta Sabar

Sementara Asisten I Pemkab Way Kanan, Herwan Sahri, mengetakan, pemda hanya sebagai mediator saja. Jika memang PTPN mau menyerahkan tanah tersebut, maka itu jalan yang lebih baik. “Kita sudah berupaya menengahi. Memang intinya masyarakat meminta agar PTPN segera mengembalikan tanah itu kepada mereka. Hearing di Dewan juga sudah dilakukan. Kalau kita sebagai mediator, ya intinya masalah ini bagaimana cepat selesai, dan tidak ada keributan dari masayarakat. Mudah-mudahan semua cepat selesai,” katanya.

Harapannya, masyarakat bisa bersabar. Sambil menunggu keputusan dari PTPN. “Kita harus sabar. Tapi mudah-mudahan tidak berlarut-larut. Karena semua ini untuk kesejahteraan masyarakat. Kita juga berharap agar tidak ada tindakan yang diluar batas dari masyarakat,” ujarnya. fa

Warga Ancam Duduki Lahan

FOKUS – Sengketa lahan puluhan tahun yang berujung munculnya status quo atas tanah perkebunan seluas 1.000 hektar, memicu “amarah” kalangan tokoh di Blambangan Umpu.

Misalnya yang disampaikan Anwar Syarifuddin. Tokoh pemuda disegani ini menegaskan, jika PTPN tidak segera menyelesaikan sengkata tanah tersebut, jangan salahkan masyarakat bila akhirnya mereka akan menduduki tanah seluas sekitar 1.000 hektar itu dengan paksa.

Jika sampai langkah itu dilakukan warga, sebenarnya, layak dipahami. Pasalnya, sesuai pemantauan di lokasi, tanah yang merupakan perkebunan karet itu sudah hampir 10 tahun belakangan ini terbengkalai. Tidak diurus lagi oleh PTPN maupun masyarakat.

Sebelumnya para tokoh masyarakat meminta agar PTPN VII mendesak direksi perusahaan tersebut untuk segera mengembalikan lahan yang berada di wilayah Blambangan Umpu, Way Kanan, tersebut. Hal itu juga mengemuka saat dilakukan hearing oleh Komisi A DPRD Way Kanan beberapa waktu silam.

Menurut Anwar Syarifuddin, harus cepat ada kejelasan mengenai hal ini. Sehingga lahan itu dapat diamnfaatkan oleh warga, karena kondisi pohon karetnya juga sudah banyak yang rusak.

“Kapan lagi mereka (PTPN) akan mengembalikan tanah itu. Sudah sejak lama proses itu dilakukan, tetapi sampai saat ini belum ada realisasi yang jelas. Kalau seperti ini terus, tentunya warga akan melakukan upaya menduduki dengan paksa,” katanya. Dikatakan, jika lahan potensial itu terus dibiarkan terbengkalai, maka pohon-pohon karet yang ada akan semakin rusak, dan tanah yang seharusnya produktif menjadi mubazir.

“Kalau lahan itu digarap masyarakat, kan ada faedahnya, dan menambah kemakmuran warga. Jadi untuk apa ditunda-tunda lagi. Apalagi dalam hearing di DPRD pekan lalu, ada juga perwakilan dari direksi PTPN, mereka sudah mendengar langsung jika warga memang menginginkan tanah itu segera dikembalikan,” ujarnya.

Kayu karet yang sudah tidak berfungsi dan jumlahnya mencapai ribuan kubik, sambung Anwar, dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan warga. Kemudian lahan itu bisa ditanam kembali pohon karet atau untuk tanaman keras lainnya.

“Yang penting PTPN segera mengembalikan tanah itu. Ini semua semata-mata untuk kesejahteraan masyarakat kita. Tapi kalau tidak segera, ya mau menunggu apalagi. Tujuan utama dari pengelolaan tanah itu untuk perkebunan karet oleh PTPN kan juga untuk kesejahteraan masyarakat. Tapi ini tidak berjalan, bahkan terbengkalai. Kalau digarap sendiri oleh warga, tentunya masyarakat akan memiliki hasil yang maksimal,” ujar Anwar. fa

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda