09 November 2008

Perempuan Dan Politik

BELAKANGAN ini, gerakan membangkitkan peran kaum perempuan di berbagai bidang makin menguat. Salah satunya dimotori oleh Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR). Melalui Vote Education Bandar Lampung, JPPR melakukan sosialisasi terkait peningkatan kesadaran berpolitik rakyat. Berikut isinya: Mengapa perempuan penting dalam proses pengambilan keputusan? Meski telah banyak upaya dilakukan, namun sampai saat ini, kondisi dan posisi sosial politik perempuan masih memprihatinkan. Angka kematian ibu tetap tinggi, angka buta huruf dan putus sekolah pada perempuan lebih tinggi dibanding lelaki, akses mereka pada pengambilan keputusan rendah, akses kepada sumber ekonomi, baik pertanian dan jasa tidak naik, namun beban sosial ekonomi mereka terus meningkat. Karenanya, mereka rentan terhadap kekerasan, menjadi objek perdagangan orang, mengalami gizi buruk yang pada gilirannya sumber daya mereka sering dianggap kurang berdaya guna. Problem diatas antara lain disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang sering tidak berpihak pada kepentingan perempuan. Padahal, jumlah penduduk perempuan 49,74%. Dalam Pemilu 2004, jumlah pemilih perempuan mencapai 51%. Namun besarnya jumlah tersebut tidak sebanding dengan capaian kesejahteraan dan tak terpenuhinya hak-hak mereka sebagai warga negara. Di seluruh tingkatan lembaga politik, angka keterlibatan perempuan masih rendah. Jumlah anggota legislatif perempuan di tingkat pusat hanya 12%, jumlah legislatif perempuan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota jauh lebih rendah. Bahkan beberapa DPRD kabupaten/kota tidak memiliki anggota DPRD perempuan. Selama ini, budaya politik kita didominasi oleh laki-laki. Perempuan jarang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan sejak di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga nasional. Partai politik masih enggan untuk menempatkan perempuan pada urutan jadi dalam daftar calon legislatif. Demikian juga mereka jarang mengagendakan program strategis yang menyasar kepentingan perempuan dan anak-anak. Padahal, rendahnya keterlibatan perempuan dalam pengambil keputusan di satu pihak, dan banyaknya agenda-agenda politik yang mengabaikan kepentingan perempuan di pihak lain, menyebabkan kebijakan yang terkait dengan kebutuhan perempuan tidak diprioritaskan. Karenanya, untuk memastikan agar isu-isu perempuan diperhatikan, maka meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik menjadi suatu keharusan. Dengan terlibat dalam pengambilan keputusan, mereka dapat mengusulkan berbagai kebijakan untuk kepentingan perempuan dan anak-anak, atau mencegah kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan. Pada gilirannya, hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan perempuan secara umum. Di mana saja perempuan dapat terlibat dalam pengambilan keputusan? Perempuan harus terlibat dalam semua tingkatan pengambilan keputusan; dalam rapat-rapat RT, RW, kelurahan/desa, dan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang), baik di desa, kecamatan, maupun kabupaten/kota. Dalam rapat musrenbang, perempuan harus terlibat di semua tahap pengambilan keputusan, mulai dari perencanaa, pelaksanaan maupun pengawasan. Perempuan seharusnya terlibat di Badan Perwakilan Desa (BPD) atau Dewan Kelurahan (Dekel), kepengurusan partai politik, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan DPR/DPRD. Harus ada perempuan dalam lembaga-lembaga penyelenggara pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) baik di provinsi maupun kabupaten/kota, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemilihan Desa/Kelurahan (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) yang berada di desa/kelurahan. Bagaimana mendorong perempuan dalam proses pengambilan keputusan? Dukung perempuan yang duduk dalam posisi-posisi strategis pembuat keputusan publik agar memperhatikan kepentingan perempuan. Beri peluang bagi perempuan untuk ikut serta dalam pertemuan-pertemuan di berbagai tingkatan (RT, RW, kelurahan/desa, kecamatan dan kabupaten/kota). Latih kemampuan dan ketrampilan untuk menjadi pengurus partai politik, badan-badan penyelenggara pemilu, forum-forum masyarakat serta keanggotaan BPD, dan menjadi anggota DPR/DPRD. Dorong perempuan melakukan negosiasi politik kepada partai politik, karena dengan cara itu mereka dapat menduduki nomor urut jadi dalam pemilihan legislatif tahun 2009. Desak partai politik untuk menempatkan perempuan di nomor urut jadi pada setiap daerah pemilihan, mengingat mereka merupakan wakil dari kepentingan perempuan yang selama ini terabaikan. Bagaimana aturan Pemilu 2009 yang terkait dengan keterwakilan perempuan? Paling sedikit ada 30% perempuan dari jumlah anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota (Pasal 6 UU Nomor 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu). Paling sedikit ada 30% perempuan diantara 5 orang anggota PPK. (Pasal 43 UU Nomor 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu). Paling sedikit ada 30% perempuan dari jumlah anggota Bawaslu, Panwaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota. (Pasal 6 UU Nomor 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu). Paling sedikit ada 30% perempuan dari jumlah pengurus partai politik di masing-masing tingkatan, baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. (Pasal 2 ayat (5) dan pasal 20 UU Nomor 2/2008 tentang Partai Politik). Paling sedikit ada 30% perempuan dari daftar calon yang diajukan setiap partai politik untuk menjadi calon anggota DPR/DPRD. (Pasal 53 UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu). Dalam nomor urut daftar calon setiap partai politik, perempuan mendapatkan kesempatan menempati nomor jadi, karena setiap tiga orang bakal calon terdapat paling sedikit 1 calon perempuan. (Pasal 55 UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu). Apa yang harus kita lakukan? Sebarluaskan kepada masyarakat pentingnya keterwakilan perempuan dalam berbagai lembaga politik melalui kampanye media massa, melalui kelompok-kelompok diskusi keagamaan, forum-forum masyarakat dan dengar pendapat dengan DPR/DPRD dan pemerintah. Tidak memilih partai politik yang tidak mencantumkan perempuan dalam daftar calon tetap paling sedikit 30% sesuai nomor urut setiap tiga calon terdapat satu perempuan pada Pemilu 2009. Memilih calon atau partai politik yang memiliki program untuk kepentingan perempuan. *** Rubrik ini merupakan hasil kerja sama VE JPPR Koordinator Bandar Lampung & FOKUS

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda