16 Januari 2009

Ekspor Kopi Lampung Ternoda

Hasil Dari TNBBS Masuk Pasar Internasional INI kabar memprihatinkan. Volume ekspor kopi Lampung pada Oktober 2008 mencapai 21.798 ton lebih dengan nilai devisa 40.895 juta dolar AS, atau mengalami penurunan hingga 50% dibandingkan bulan sebelumnya. “Angka itu turun bila dibandingkan ekspor pada September 2008 yang tercatat 45.760 ton lebih dengan nilai 85.682 juta dolar AS,” ujar Ketua Kompartemen Relitbang Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Lampung, Muchtar Lutfie, akhir tahun lalu. Ia menyebutkan, total volume ekspor kopi Lampung pada Januari-Oktober 2008 mencapai 259,770 ton lebih dengan raihan devisa 506.396 juta dolar AS. Sementara harga kopi robusta sekarang rata–rata Rp 15.000 per-Kg atau mengalami penurunan bila dibandingkan beberapa bulan sebelumnya yang sempat menembus diatas Rp 25.000 per-K ditingkat basis. Berdasarkan catatan di bursa London, harga kopi robusta saat itu di pasaran dunia diatas 1.175 dolar AS per-ton. Muchtar Lutfie menjelaskan, ekspor Kopi pada tahun 2007 lalu nilainya meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Meski volume ekspor kopi Lampung pada tahun 2007 mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2006, namun nilai devisanya naik. Menurutnya, berdasarkan data dari Koperindag Lampung, pada tahun 2006 lalu ekspor kopi Lampung mencapai 230.635.486 Kg dengan nilai 264.879 juta dolar AS. Sementara untuk tahun 2007, ekspor kopi Lampung mencapai 183 ribu ton dengan nilai 301.643 juta dolar AS.
Dikonversi Sementara WWF-Indonesia menjelaskan, sekitar 60.000 hektar areal Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) telah dikonversi menjadi lahan pertaniaan dan perkebunan dan sebagian besar menjadi kebun kopi. Hal itu disampaikan WWF-Indonesia dalam Peluncuran Laporan Berjudul “Gone In an Instant: Bagaimana perdagangan kopi ilegal memicu rusaknya habitat badak, gajah, dan harimau Sumatera di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatera, Indonesia.” TNBBS yang secara administratif terletak di Provinsi Lampung dan Bengkulu, menurut WWF-Indonesia, merupakan habitat penting bagi tiga mamalia besar di Sumatera, yaitu gajah, harimau, dan badak Sumatera. TNBBS ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 2004 sebagai situs warisan dunia (Cluster Mountainous Tropical Rainforest Herritage Site Of Sumatera) bersama dengan Taman Nasional Gunung Leuser. Tetapi pembangunan yang tidak berkelanjutan, pasar global, dan situasi politik yang tidak stabil telah mendorong terjadinya kerusakan hutan di TNBBS. Jika laju deporestasi yang terjadi saat ini tidak dapat diatasi, begitu tulis WWF-Indonesia, maka dalam satu dekade mendatang akan terjadi kepunahan lokal terhadap ketiga satwa tersebut. Masyarakat lokal atau pendatang pada umumnya menggunakan alasan ekonomi untuk membuka hutan TNBBS menjadi lahan pertanian. “Pemerintah daerah perlu menyusun rencana strategis dan tata ruang yang mendukung konservasi TNBBS. Inisiasi Kabupaten Lampung Barat menjadi kabupaten konservasi perlu terus didorong agar rencana kerja BTNBBS dan pemda setempat menjadi lebih sinergis,” ujar Ir Lusman Pasaribu, kepala Balai TNBBS. Selain itu, lanjut Lusman, pemerintah pusat dan daerah perlu membantu masyarakat sekitar kawasan TNBBS untuk mencari sumber pendapatan alternatif yang lestari bagi masyarakat sekitar kawasan, seperti intensifikasi dan diversifikasi pertaniaan. Jika masyarakat dibantu, mereka diharapkan tidak lagi membuka lahan didalam TNBBS tetapi membantu pengamanan TNBBS secara swadaya di wilayahnya masing-masing, karena TNBBS juga sebagai penyangga kehidupan di daerah hilir, yaitu sebagai sumber mata air.
Ternoda Studi WWF mengenai jalur perdangan kopi dari TNBBS ke pembeli ditingkat internasional menemukan bahwa kopi yang berasal dari TNBBS telah memasuki pasar internasional melalui rantai perdagangan umum. Penelusuran jalur perdagangan dilakukan dari petani kopi di TNBBS ke pedagang lokal di tingkat desa, kecamatan, kabupaten hingga ke eksportir di Bandar Lampung dan pembeli di tingkat internasional. Studi antara Oktober 2003 sampai Juni 2004 tersebut menemukan bahwa terdapat lebih dari 40 eksportir kopi di Lampung yang mengekspor kopi ke sedikitnya 52 negara di Eropa, Asia, Amerika, Afrika, dan Australia. Dari total volume kopi yang diekspor dari Lampung sebesar 216.271 ton pada tahun 2003, 45,1% atau 97.547 ton telah terbukti ternoda dengan kopi yang berasal dari TNBBS. Volume ekspor tersebut meningkat menjadi 283.032 ton pada tahun 2004 dan 334.864 ton pada tahun 2005. “Para pembeli kemungkinan besar tidak menyadari bahwa kopi yang mereka proleh tercampur oleh kopi yang berasal dari kawasan konservasi,” ujar Nazir Foead, Policy & Corporate Engagement Director WWF–Indonesia. Oleh karena itu, lanjutnya, studi ini ditujukan untuk memperingati pembeli agar menyadari kondisi tersebut dan mendorong mereka untuk secara aktif membantu upaya konservasi satwa langka di TNBBS. “Pembeli diharapkan membantu petani di TNBBS untuk memproduksi kopi yang lebih berkualitas dan secara intensif di luar Taman Nasional serta menjamin pemasaran produk kopi yang ramah lingkungan,” kata Nazir. Selain itu, pembeli juga diminta mengadopsi kebijakan pembelian yang bertanggung jawab (responsible procurement policy) dan mengontrol secara ketat rantai perdagangannya (chain of custody). Terkait dengan permasalahan di atas, WWF–Indonesia memberikan apresiasi terhadap upaya yang telah dilakukan oleh PT Nestle Indonesia di Provinsi Lampung dan komitmennya untuk mendukung petani dalam memproduksi kopi yang ramah lingkungan dan berkualitas tinggi di luar kawasan konservasi. bf

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda