01 September 2008

Skandal Penjualan Bibit Karet Dipertanyakan

Warga Negeri Mulyo Sudah Lapor ke Polres FOKUS - Tokoh masyarakat Kampung Negeri Mulyo, Gunung Labuhan, Way Kanan, mempertanyakan penyidikan kasus dugaan penjualan bibit karet yang dilakukan Supri, pejabat sementara (Pjs) kepala kampong setempat. Kasus penjualan bibit karet bantuan dari Dinas Perkebunan dan kehutanan Kabupaten Way Kanan untuk empat kelompok tani oleh Pjs Kepala Kampung Negeri Mulyo tersebut sebenarnya telah dilaporkan ke Polres setempat. Namun sampai saat ini belum diketahui perkembangannya. “Jika masalah seperti ini dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk di kemudian hari. Kami tidak pernah mau menerima bibit pengganti. Selain bibitnya nggak bagus, jumlahnya juga kurang. Lagi pula bibit itu dibelikan lagi setelah kami melapor ke Polres, tadinya nggak ada niat baik seperti itu,” kata Jumangin, ketua Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Negeri Mulyo. Sebelumnya, BPK dan masyarakat Negeri Mulyo telah mengadukan perbuatan kepala kampungnya tersebut ke Mapolres Way Kanan. Mereka meminta agar kasus tersebut dapat diusut tuntas. “Bibit bantuan itu dijual oleh kepala kampung. Tapi setelah kami lapor ke Polres, ternyata sekarang secara berangsur bibit itu diberikan. Tapi kami menolak bibit itu, karena memang tidak bermutu. Dan bukan bibit yang diberikan oleh pemerintah. Bibit itu hasil beli kepala kampung sendiri. Dari 12 ribu batang, sekarang baru dikasih 9.000 batang,” Jumangin menambahkan. Tokoh masyarakat juga meminta agar Bupati Tamanuri segera mengambil tindakan terhadap pjs kepala kampung tersebut. Karena telah merugikan masyarakat. “Beberapa waktu lalu, dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Lampung juga pernah mengecek kesini. Mereka juga mengatakan bahwa bibit itu tidak bagus. Jadi untuk apalagi dipertahankan pjs Kepala kampug itu. Lagi pula secara hukum prosesnya sudah dilakukan oleh Polres, tapi memang sampai saat ini kita belum tahu seperti apa perkembangannya. Tapi saya yakin, penyidik polres tidak akan menghentikan masalah ini,” ujar Jumangin. *Bibit Diganti Menurut dia, munculnya bibit-bibit baru yang diserahkan pjs kepala kampungnya diduga dibeli oleh Supri, yang juga menjabat sebagai sekretaris kampong, dari beberapa tempat. Bibit tersebut tidak berkualitas. Warga menolak bibit tersebut karena memang bukan bibit yang diberikan oleh perintah dan juga saat ini musim kemarau. “Bibit itu seharusnya sudah kita terima sejak bulan Februari 2008 dulu. Tapi karena dijual, jadi ya nggak diberikan. Coba kalau tidak kita laporkan ke Polres, tentunya dia (pjs kepala kampung, red), tidak akan pernah mengganti bibit itu. Tapi namanya masalah, tetaplah masalah. Jadi kami memohon agar pihak penyidik tetap mengusut tuntas kasus ini,” katanya. Jumangin yang didampingi beberapa masyarakat dan Ketua Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Darmanto, mengungkapkan, untuk mendapatkan bantuan itu, saat mengajukan proposal, kepala kampung juga sudah melakukan pungutan untuk transportasi. Dana yang ditarik dari empat kelompok tani itu sebesar Rp 5.000 sampai Rp10.000 setiap satu orang. Namun setelah bibit tersebut direalisasikan oleh Dinas Perhut, ternyata kepala kampung bermaksud menarik dana kembali sebesar Rp 1.200/batang. Nah, dengan alasan masyarakat tidak mau membayar dana sebsar Rp1.200 tersebut, akhirnya Supri sebagai pjs kepala kampung, tidak memberikan bibit karet. Darmanto membantah pernyataan Supri yang pernah dilansir sebuah media harian jika bibit karet itu tidak dijual melainkan dititipkan di tempat lain. “Bohong dia itu. Kita tahu kok dimana mereka menjual, dan sekarang kan terbukti, kalau memang bibit itu cuma dititipkan kenapa waktu mau memberikan bibit itu dilakukan secara berangsur, dan baru diberikan setelah kami lapor ke Mapolres,” kata Darmanto. fa

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda