18 Januari 2009

Aparat Dituntut Makin Cermat

MENYAMBUT pelaksanaan pemilu di 2009 ini diharapkan seluruh jajaran untuk mendeteksi setiap persoalan yang dapat mengganggu kelancaran, kondusivitas, dan kesuksesan hajat demokrasi nasional tersebut. Salah satu hal di Lampung yang bisa menggoyang stabilitas adalah sengketa lahan. “Saya mengharapkan aparat pemerintah mewaspadai letupan-letupan sengketa lahan yang bakal mengganggu pelaksanaan pemilu. Karena di Lampung indikasi ke arah sana cukup besar,” kata Ketua Umum LSM Pengabdian Putra Daerah Lampung (PPDL), Irawan Saleh, SH. Sejauhmana sengketa lahan yang ditengarai bakal mengganggu lancarnya pelaksanaan pemilu mendatang? Sabtu (17/1) siang, Fajrun Najah Ahmad dari Fokus mewawancarai tokoh LSM tersebut, berikut petikannya: Bagaimana Anda bisa menengarai sengketa lahan dapat mengganggu pelaksanaan pemilu? Begini, lihat saja kenyataan di berbagai wilayah, kan banyak sengketa lahan yang belum terselesaikan dengan baik. Apalagi belakangan ini masyarakat mulai berani menggugat. Hal-hal semacam ini bisa mengganggu stabilitas daerah bersangkutan, dan khusus menyambut pelaksanaan pesta demokrasi, tentu saja akan membawa imbas. Nah, itu sebabnya saya meminta aparat pemerintah harus bersikap tegas. Seperti terjadinya bentrokan antara warga dengan aparat saat aksi demo menggugat lahan PT GGPC ya? Iya, hal-hal semacam itu kan akan membawa dampak pada tidak kondusifnya suatu wilayah. Padahal, untuk mensukseskan hajat nasional berupa pelaksanaan pemilu –baik pemilu legislatif maupun pemilihan presiden-, sekecil apapun potensi kerawanan konflik yang melibatkan masyarakat harus diredam. Anda menengarai masih ada sengketa lahan yang bakal menimbulkan gangguan stabilitas bila tak segera ditangani? Ada, dan ini sangat serius. Bisa dijelaskan? Kebetulan masalah ini saya yang menangani. Yaitu sengketa tanah adat masyarakat Labuhan Batin, Kecamatan Simpang Pematang, Tulang Bawang dengan PT Anugerah Lestari Pratama (ALP). Sengketa lahan seluas 1500 hektar itu sampai saat ini belum selesai, baik dari pihak masyarakat maupun perusahaan. Sejauhmana masalah ini telah menuju kepenyelesaian? Sebenarnya sudah pernah dilakukan perundingan atau mediasi antara kedua belah pihak melalui kuasa hukum masing-masing setelah mendapat saran dari Pengadilan Negeri Menggala. Apa saran pengadilan? Disarankan agar kedua belah pihak melalui kuasa hukumnya untuk melakukan mediasi guna menemukan titik temu yang terbaik. Apakah saran tersebut ditindaklanjuti? Sudah! Kami sudah melakukan mediasi tiga kali, dan masing-masing pihak bersepakat agar PT ALP tidak melakukan kegiatan diatas lahan tersebut. Hal ini diperlukan agar tidak memancing emosi masyarakat sebelum persoalan hukumnya selesai. Kesepakatan itu juga mengikat untuk masyarakat? O iya dong! Masyarakat Simpang Pematang yakni masyarakat adat Labuhan Batin juga diminta untuk tidak melakukan kegiatan bercocok tanam sebelum sengketa tanah ini diselesaikan secara hukum. Namun, masyarakat setempat diberi izin oleh PT ALP untuk mengambil hasil panennya. Kalau begitu sudah ada titik temu dong? Belum! Sampai saat ini belum ada titik temu. Apalagi masalahnya? Arogansi yang dilakukan PT ALP, karena itu kami menyampaikan protes keras ke perusahaan tersebut. Arogansi bagaimana? Direktur lapangan PT ALP yaitu Gouw Peng Kiang alias Kuku tidak menunjukkan itikad baik untuk menuntaskan sengketa lahan dengan masyarakat adat Labuhan Batin tersebut. Maksudnya? Kegiatan di lapangan terus dilakukan. Hal ini tentu saja membuat masyarakat menjadi resah. Padahal Kuku itu tidak memahami asal-usul keluarnya hak guna usaha (HGU) diatas lahan seluas 1500 hektar tersebut. Jujur, saya sangat menyesalkan tidak adanya itikad baik dari direktur lapangan PT ALP untuk menyelesaikan sengketa lahan ini. Bisa Anda jelaskan bagaimana sebenarnya asal-usul hak guna usaha (HGU) atas lahan tersebut? Pemohon pertama HGU diatas lahan itu adalah Candra Wijaya alias Awi, dengan nomor 5/ALP/DIN/V/91 tentang permohonan izin lokasi. Lalu HGU ini oleh Candra Wijaya diperjualbelikan dengan Ping Ping. Belakangan, Ping Ping menjual lagi HGU itu ke pihak ketiga. Nah, dalam proses ini Kuku alias Gouw Peng Kiang bertindak sebagai orang ketiga atau bisa dinilai broker-nya. Untuk meyakinkan kepada owner selaku pemodal, Kuku menyatakan bahwa lahan seluas 1500 hektar yang diatasnya telah tumbuh perkebunan kelapa sawit maupun karet yang telah ditanam masyarakat adat Labuhan Batin itu tidak bermasalah. Hanya sampai disitu? Tidak! Dia juga melakukan upaya-upaya kekerasan dengan semena-mena kepada masyarakat adat Labuhan Batin dengan mendatangkan preman-preman untuk merebut lahan tersebut dan melakukan perusakan perkebunan rakyat. Bagaimana sikap PT ALP sendiri selama ini? Mereka tidak pernah menunjukkan sikap sosial ke masyarakat, dan hal ini melanggar UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dimana dalam pasal 74 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Selain itu, tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan keputusan dan kewajaran. Apa himbauan Anda terhadap PT ALP? Saya selaku kuasa hukum masyarakat adat Labuhan Batin meminta kepada PT ALP agar segera menghentikan kegiatan alat beratnya yang merusak perkebunan rakyat sebelum kasus ini diselesaikan secara hukum. Jadi intinya, saya minta PT ALP mematuhi hukum yang berlaku. Anda menilai sengketa semacam ini dapat mengganggu kondisi menyambut pelaksanaan pemilu? Pasti, saya yang tahu persis di lapangan. Karena itu, aparat terkait hendaknya lebih cermat dan ligat dalam menyelesaikan sengketa-sengketa lahan. Hal semacam ini kan bukan hanya terjadi di Tulang Bawang, tapi juga di Lampung Selatan, dan Lampung Tengah. ***

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda