01 Februari 2009

Ngocehlah Sampai Dower

Direktur PT ALP Gouw Pek Liang alias Kuku menanggapi dengan santai tudingan pihak kuasa hukum masyarakat petani dan adat Labuhan Batin, Kecamatan Simpang Pematang, Kabupaten Tulang Bawang, yang dikomandani Irawan Saleh SH. Bahkan, ia enggan mengomentari tudingan-tudingan diluar permasalahan tersebut. Karena pihaknya menganggap memiliki bukti-bukti otentik terkait lahan seluas 1500 Ha yang digugat warga masyarakat petani dan adat Labuhan Batin. Berikut petikan penjelasan Gouw Pek Liang alias Kuku via telepon seluler kepada Farid Jayataruna dari Fokus, belum lama ini : Bagaimana tanggapan Anda terkait tudingan yang mengatakan bahwa Anda merasa kebal hukum, dan berperilaku arogan dalam menyikapi permasalahan sengketa tanah, antara perusahaan yang Anda pimpin dengan pihak warga masyarakat Labuahan Batin? Saya nggak mau menanggapinya. Biar saja ngoceh sampai dower. Saya tidak merasa seperti itu, jadi buat apa ditanggapi. Terkait tudingan bahwa tidak ada itikad baik dari Anda selaku pimpinan PT ALP untuk menyelesaikan sengketa tersebut, apa tanggapan Anda?Lho, ini kan sedang berjalan mediasinya sesuai koridor hukum. Ya, ikuti saja proses tahapannya. Jangan main gebrak-gebrak. Maksudnya? Begini, lho. Mereka itu semestinya pelajari dulu semuanya, baru bisa ngoceh soal ini. Ada sebagian yang mengaku-ngaku memiliki lahan tanah itu, padahal dulunya justru ikut saya bekerja membuka lahan tanah itu. Dari membersihkan lahan sampai penggarapannya. Kok ujug-ujug sekarang ngaku tanahnya. Kan aneh. Anda merasa memiliki bukti otentik terkait lahan tersebut? Bukan merasa, kami pemegang HGU lahan tanah disana. Sekarang kalau 302 orang itu mengaku pemilik tanah tersebut, tolong saya minta, satu saja, tunjukkan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang menerangkan bahwa ada diatas lahan tanah itu miliknya. Bisa enggak mereka tunjukkan itu? Kalau ada, bagaimana? Jangan kalau. Harus jelas. Kawasan wilayah itu masuk Kecamatan Simpang Pematang, Kabupaten Tulang Bawang. Kira-kira jika ada yang mengaku diatas lahan tanah itu ada kepunyaannya, namun surat kepemilikan yang tanda tangan bukan pejabat di wilayah itu, hingga ke pamong desanya. Bener apa enggak prosedur seperti itu? Rekayasa kan namanya. Ngaku-ngaku saja. Anda percaya diri sekali menghadapi sengketa ini tampaknya? Bukan soal itu. Tapi ini masalah realita yang ada. Karena saya pelaku sejarahnya. Saya yang membuka pertamakali. Makanya sampai manapun mereka enggak akan bisa ngomong. Saya buka lahan itu tahun 1993. Kok justru yang kerja sama saya dulu sekarang ngaku-ngaku punya tanah. Makanya saya tanya sama mereka, kamu kan dulu kerja sama saya. Kenapa kok kamu ngaku punya tanah? Mereka hanya jawab, saya ikut-ikutan saja. Kan enggak bener jawaban seperti itu. Itu yang membuat Anda santai saja menghadapi gugatan warga di sana? Jelas. Selain itu, coba Anda bayangkan, mereka yang menggugat lha kok justru mereka yang minta damai. Padahal bukti kepemilikan mereka tidak mampu ditunjukkan. Mereka melakukan gugatan bukannya justru karena mereka memiliki bukti-bukti? Enggak ada, enggak ada itu. Mereka enggak punya surat-surat kok. Jadi solusi dari pihak Anda untuk menyelesiakan tuntutan warga atas penggantian lahan tanah itu, tidak akan Anda gubris dong? O..tidak begitu. Kalau begitu buat apa melakukan mediasi. Namun, mediasi yang dilakukan bukan langsung membuat kesepakatan. Karena dari segala pengakuan itu harus diuji secara hukum Bener apa enggak pengakuan itu. Kami sudah nyatakan berkali-kali, kalau untuk penyelesaian tanam tumbuh, kami siap menyelesaikannya. Tapi kalau tanah, maaf, nanti dulu. Apa benar ada rumor yang mengatakan, bahwa HGU lahan tanah itu Anda gadaikan hingga mencapai 11 miliar rupiah ke Bank? Enggak bener itu. Rumor ngawur itu! Rumor seperti itu sama dengan SKSD. Apa itu SKSD? Sok kenal sok deket.***

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda