15 Agustus 2008

Sang Pejuang Itu Tersingkir

MALANG nian nasib nasib Hi Hasbullah Yahya. Laki-laki berusia 87 tahun kelahiran Kalianda, Lampung Selatan, ini kini menjalani sisa usianya dengan kehidupan yang amat sederhana. Padahal, di masa mudanya dulu, ia termasuk salah satu pejuang kemerdekaan di daerah tersebut. Tak ayal, kini sang pejuang itu tersingkir dari nikmat apa yang diperjuangkannya. Kini, untuk sekadar bicara pun Hasbullah sudah terbata-bata. Daya ingatnya juga menurun dimakan usia. “Maaf, saya sudah tidak lagi mampu mengingat semua sejarah perjuangan yang pernah saya lakukan bersama teman-teman pada masa perjuangan waktu itu,” ucapnya dengan suara perlahan.
Ia menerangkan; “Yang jelas, setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 dan menjadi negara yang merdeka dari penjajahan, perjuangan belumlah berakhir.” Hasbullah bercerita, setahun setelah proklamasi kemerdekaan RI diteriakkan Bung Karno dan Bung Hatta, penjajah Jepang kembali datang ke Kalianda. “Mereka itu datang lagi ke sini untuk mengambil harta yang mereka simpan. Tapi kami semua dengan tegas menentang dan memberikan perlawanan. Alhamdulillah, walau hanya bersenjata golok, parang, dan bambu runcing, kami berhasil mengusir orang-orang Jepang itu. Bahkan, dua sampai tiga diantara mereka mati,” beber Hasbullah mengingat-ingat perjuangan beratnya di masa muda. Baru dua tahun mencoba membangun kehidupan sebagai bangsa merdeka, warga Kalianda pun terusik lagi. Yaitu masuknya kembali orang-orang Belanda. Penjajah bangsa selama 3,5 abad itu berupaya melanjutkan aksinya. Hasbullah menuturkan, pada tahun 1948 itu orang-orang Belanda masuk lagi ke Lampung, dengan sasaran utama Kalianda dan Panjang. Melihat pasukan penjajah merapat di pantai, para pejuang pun mengatur strategi. “Demi keselamatan, pimpinan kami memberi komando agar para pejuang mengungsi dan mengatur strategi di Tanjungan, Kecamatan Katibung, Lamsel. Setelah strategi matang, perlawanan pun dilakukan. Dan syukur Alhamdulillah, lagi-lagi berkat pertolongan Yang Maha Kuasa akhirnya orang-orang Belanda tersebut mau meninggalkan Lampung. Inilah perjuangan kami yang terakhir melawan penjajah,” terang Hasbullah. Walau pun demikian, “Saya masih terus bertugas, berjaga-jaga guna mengamankan daerah Kalianda, sampai akhirnya mendapat pensiun dari pemerintah,” ujarnya lanjut. *Rumah Warisan Hasbullah sudah tak bisa mengingat lagi, sejak kapan ia menjadi pensiunan pejuang. Yang diketahui ayah enam ini, setiap bulannya mendapat pension Rp 700.000. “Ya, hanya itulah yang saya bisa berikan pada anak-anak, yang penting anak-anak bisa tamat SMA. Saya mau kasih warisan apa, karena nggak punya apa-apa, rumah pun saya nggak bisa membuatnya,” tutur Hasbullah. Kalau kini Hasbullah sekeluarga punya rumah, “Itu warisan dari orang tua saya untuk saya dan istri. Kalau dulu tidak dikasih warisan, ya kami nggak punya rumah,” ucapnya polos. Sampai saat menjelang HUT RI ke-63 ini, tak sekalipun pemerintah menghargai jasa-jasa Hasbullah. Meski begitu, ia tak pernah memasalahkannya. Kalau ada yang dibanggakannya, tak lain ketika salah satu keponakannya membiayai dirinya untuk menunaikan ibadah haji pada tahun 1995 silam. “Ini barang kali balasan Allah atas perjuangan saya mengusir kaum penjajah, sehingga saya mampu menyempurnakan ibadah dengan naik haji,” kata Hasbullah. Ikhlas, tanpa pamrih, dan tidak pernah meminta serta mengeluh adalah citra diri Hi Hasbullah Yahya, salah satu pejuang kemerdekaan RI yang ada di Kalianda. hg Profil Hi Hasbullah Yahya Tempat Lahir : Kalianda Umur : 87 Tahun Pekerjaan : Pensiunan Pejuang (Veteran) Agama : Islam Alamat : Jln Kesuma Bangsa, Bumi Agung, Kalianda, Lampung Selatan Nama Istri : Hindun (almh) Nama Anak : 1. M Idrus (alm) 2. Imron 3. Nurhasanah 4. Isman 5. Dian Purnama (alm) 6. Rusriana

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda